IBInews.co.id ==
PATI // JATENG // — Setelah mendapat desakan kuat dari tokoh masyarakat, tokoh agama, serta para pemuda Desa Puncel, Kecamatan Dukuhseti, akhirnya Hotel D’Ayanna resmi disegel oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Pati.
Rabu,10/12/25.
Penyegelan dilakukan setelah proses audiensi yang digelar di Aula Kantor Kecamatan Dukuhseti mencapai kesepakan langsung menuju ke Hotel A’Ayanna.
Kegiatan tersebut turut disaksikan oleh Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam), sejumlah dinas terkait dari Kabupaten Pati, serta Kepala Desa Puncel, Sutiyono.
Keputusan penyegelan diambil setelah melalui pertimbangan dan pengkajian mendalam oleh dinas-dinas yang berwenang, menindaklanjuti laporan serta keresahan masyarakat terkait aktivitas hotel yang dinilai menimbulkan persoalan sosial.
Asal mula bangunan yang sekarang jadi Hotel D’Ayanna awal-nya dibangun pada sekitar tahun 2017. Kala itu, gedung dua lantai tersebut difungsikan sebagai kantor koperasi. Pemilik bangunan diketahui atas nama seseorang bernama “Eko”, warga Desa Banyutowo.
Namun seiring waktu, gedung koperasi itu tidak aktif lagi — “tidak ada kegiatan pegawai” di koperasi tersebut.
Kemudian, pada awal 2024 (tepatnya).
Januari 2024 menurut keterangan warga, bangunan tersebut dialihfungsikan menjadi hotel.
Saat dialihfungsikan menjadi hotel inilah nama “Hotel D’Ayanna” muncul. Namun, warga dan pejabat desa setempat menyatakan bahwa gedung semula memiliki izin sebagai koperasi — bukan sebagai hotel.
Setelah dialihfungsikan menjadi hotel di 2024, keberadaan Hotel D’Ayanna langsung menuai penolakan dari banyak warga Desa Puncel — terutama karena khawatir hotel itu “bersalah fungsi” dan bisa menjadi tempat maksiat atau kegiatan negatif.
Warga mengaku bahwa izin mendirikan bangunan (IMB) dan dokumen awal bangunan adalah untuk koperasi, bukan perhotelan.
Pada 11 Juli 2024, terjadi aksi besar ratusan warga Puncel menggeruduk hotel, memprotes operasional hotel tersebut.
Sebagai hasilnya, pada 12 Juli 2024, pemilik hotel, “Eko Suprayitno”, membuat surat pernyataan penutupan. Ia menyatakan secara resmi menutup dan menghentikan operasi Hotel D’Ayanna.
Beberapa alasan warga menolak keberadaan hotel ini:
Mereka khawatir hotel akan “disalahgunakan” misalnya sebagai tempat mesum atau prostitusi karena dekat dengan masjid/mushola dan lingkungan pemukiman.
Izin usaha disebut tidak sesuai awalnya koperasi, tapi kemudian dialihfungsikan jadi hotel tanpa koordinasi/tak ada persetujuan dari warga maupun pemerintah desa.
Warga merasa bahwa desa mereka tidak memiliki potensi pariwisata atau kebutuhan penginapan, sehingga hotel dirasa “tidak relevan”.
Setelah penolakan dan aksi warga, pemilik hotel mengeluarkan surat pernyataan pada 12 Juli 2024 bahwa hotel ditutup dan operasional dihentikan.
Namun demikian, menurut laporan warga pada sekitar Oktober 2025 mulai kembali tampak aktivitas di kendaraan keluar-masuk, dan dipantau bahwa banyak pasangan masuk hotel meskipun “papan nama dan atribut hotel masih tertutup”.
Hal ini memicu kemarahan warga lagi, dan pada November 2025 warga kembali meminta agar izin operasional dicabut permanen.
Kepala Desa Puncel, Sutiyono, menyampaikan apresiasi kepada pemerintah kabupaten yang telah menindaklanjuti aspirasi warga. “Langkah ini diambil demi menjaga ketertiban dan kenyamanan warga. Kami berharap keputusan ini membawa dampak positif bagi lingkungan Desa Puncel,” ujarnya.
Sementara itu, tokoh masyarakat dan pemuda Desa Puncel berharap langkah ini menjadi titik balik bagi penataan kembali kawasan tersebut agar tidak menimbulkan keresahan di kemudian hari dan akan selalu mengawalnya.
Red/Tio





Komentar