CBA dan CWIG Desak OJK Delisting Token ASIX Milik Anang Hermansyah

Fakta & Profesional

JAKARTA, ibinews.co.id – Lembaga Central Budget Analysis (CBA) dan Cerdas Waspada Investasi Global (CWIG) mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk segera mencabut atau delisting token kripto ASIX milik musisi Anang Hermansyah dari pasar aset digital.

Desakan ini dilatarbelakangi oleh kekhawatiran maraknya pencucian uang dan praktik ilegal lainnya yang diduga melibatkan aset kripto.

Menurut Direktur CBA, Uchok Sky Khadafi, lemahnya regulasi dan pengawasan terhadap publikasi token kripto lokal, termasuk token yang disebut sebagai “anak bangsa”, menjadi pintu masuk bagi potensi komputasi.

“Verifikasi yang tidak terbuka membuat OJK mengeluarkan izin secara asal-asalan. Bahkan diduga ada praktik jual beli izin,” kata Uchok dalam keterangannya, Selasa 27 Mei 2025.

Uchok menyoroti bahwa pengawasan terhadap aset kripto sempat menjadi tanggung jawab Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), namun kini dialihkan ke OJK. Namun, ia menilai OJK justru tidak menampilkan transparansi dalam proses verifikasi.

“Kami mohon OJK harus lebih teliti dalam memberi izin. Jangan sampai perusahaan kripto dijadikan tempat ternyaman untuk para koruptor mencuci uang atau menampung keuntungan dari judi online,” tegas Uchok.

Ia juga menyampaikan secara spesifik soal token ASIX yang diluncurkan pada Februari 2022 oleh Anang Hermansyah. Menurutnya, token tersebut mengalami penurunan nilai yang signifikan dan merugikan masyarakat.

“Jangan sampai OJK hanya jadi tukang cuci piring dari pengesahan aset kripto di Indonesia. Token anak bangsa ASIX sudah terbukti membuat kerugian, dan harus segera delisting,” lanjutnya.

Senada dengan CBA, Ketua Umum CWIG, Henry Hosang, juga meminta agar OJK bertindak tegas terhadap token ASIX+. Ia bahkan menuduh proyek tersebut melakukan pembohongan publik karena tidak memenuhi janji yang tertera pada peta jalan (roadmap) awal peluncurannya.

“Anang Hermansyah harus bertanggung jawab atas semua janji manisnya. Sekarang roadmap-nya mangkrak, belum ada realisasinya,” kata Henry.

CWIG menilai bahwa fenomena token anak bangsa yang tidak beroperasi sesuai rencana bisa membawa investor pemula yang belum memahami risiko dari aset kripto.

“Kami meminta pihak berwenang mengaudit secara menyeluruh proyek-proyek token yang berlabel lokal, karena jangan-jangan hanya jadi kedok untuk kepentingan pribadi segelintir pihak,” imbuh Henry.

Isu pencucian uang melalui aset kripto semakin mencuat setelah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap bahwa aset digital kerap digunakan sebagai sarana memindahkan dan menyamarkan dana hasil kegiatan ilegal seperti judi online.

Berdasarkan laporan PPATK, total perputaran dana yang berkaitan dengan judi online mencapai Rp359,8 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp28 triliun diduga dialirkan ke luar negeri melalui aset kripto.

Secara global, menurut data Crypto Crime Report tahun 2022, diperkirakan ada transaksi mencurigakan yang mengindikasikan pencucian uang senilai US$8,6 miliar atau sekitar Rp139 triliun.

Kondisi ini semakin diperburuk dengan volume transaksi di bursa kripto global yang tercatat mencapai US$15 miliar, jauh lebih besar dibandingkan transaksi melalui Pedagang Aset Kripto Dalam Negeri (PKAD) yang hanya sekitar US$5 miliar.

Meski sarat potensi penyalahgunaan, minat masyarakat terhadap aset kripto di Indonesia terus meningkat. Bappebti mencatat nilai transaksi aset kripto di Indonesia mencapai Rp556,53 triliun sepanjang Januari–November 2024.

Jumlah pelanggan aset kripto per November 2024 juga meningkat menjadi 22,1 juta orang, dengan sekitar 1,3 juta di antaranya aktif bertransaksi melalui Calon Pedagang Fisik Aset Kripto (CPFAK) dan Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK).

Namun lonjakan ini tidak sejalan dengan peningkatan perlindungan konsumen dan pengawasan terhadap proyek-proyek token kripto. CBA dan CWIG mengingatkan bahwa jika regulasi dan verifikasi tidak diperketat, maka aset kripto akan terus menjadi lahan subur bagi praktik-praktik ilegal.

“Ini waktunya OJK membuktikan keberpihakan pada publik, bukan pada segelintir penerbit token yang merugikan masyarakat,” tutup Uchok. (Hen)

Komentar